Friday, November 28, 2014

Apakah yang dimaksudkan dengan MUHRIM dan MAHRAM?




Soalan :
Apakah yang dimaksudkan dengan MUHRIM dan MAHRAM?


Jawapan:
Ramai orang silap memahami penggunaan perkataan antara muhrim dan mahram. Kadang-kadang mereka mahu menyebut mahram tetapi mereka tersebut perkataan muhrim.

Muhrim adalah perkataan Arab. Ia membawa maksud orang yang sedang melakukan ihram haji ataupun umrah. Orang ini dilarang melakukan beberapa perkara sepanjang menunaikan kedua-dua ibadat ini sebagaimana yang banyak didperkatakan di dalam kitab-kitab feqah.

Mahram pula bermaksud orang yang haram berkahwin dengan kita. Mahram seorang wanita yang haram dikahwininya buat selamanya sama ada kerana keturunan, perkahwinan atau susuan merangkumi:
1. Bapa kandung
2. Bapa mertua
3. Bapa susuan
4. Anak kandung
5. Anak tiri (yakni anak suami)
6. Anak susuan
7. Saudara lelaki kandung
8. Saudara lelaki susuan
9. Anak saudara lelaki
10. Bapa saudara

Batasan aurat badan wanita yang harus dilihat oleh mahram hanyalah tempat-tempat beradanya perhiasan bathin (dalaman) seperti telinga, rambut, leher, lengan dan betis. Adapun selainnya seperti paha, perut, kemaluan dan punggung, maka tidak harus didedah dan diperlihatkan sekalipun kepada mahram.


Sumber: http://jannahnexttopmodel.blogspot.com/2012/12/kemusykilan-aurat-dan-bersalaman-dengan.html

.

Menyusu Anak Di Depan Mahram




Pertanyaan pertama

Banyak diantara wanita, dimana lelaki mahramnya, seperti bapak, saudara, atau paman, yang melihat buah dadanya ketika si wanita tersebut menyusui anaknya. Apakah ini diperbolehkan? Mohon penjelasannya?

Jawaban Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin rahimahullah

Batasan aurat wanita dengan para lelaki mahramnya sebagaimana batasan aurat antar-sesama wanita. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْأِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.” (QS. An-Nur: 31)

Hanya saja, tidak selayaknya seorang wanita menampakkan buah dadanya ketika menyusui anak, sementara di sekitarnya ada banyak lelaki. Kecuali jika yang ada hanya bapaknya, atau wanita tersebut sudah tua, sementara lelaki yang berada di dekatnya hanya anaknya. Karena wanita yang menampakkan buah dadanya di depan mahramnya, dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah. Sementara nafsu senantiasa memerintahkan kejelekan, dan setan mengalir di pembuluh darah manusia.

Oleh karena itu, jika seorang wanita harus menyusui anaknya, sementara di sekitarnya banyak lelaki mahramnya, hendaknya dia tutupi bagian dadanya dengan jilbabnya, sehingga tidak ada seorang-pun yang melihatnya.

Al-Liqa’ as-Syahri, no. 27 Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin.

Sumber: http://audio.islamweb.net/audio/index.php?page=FullContent&audioid=112262#p40921

Pertanyaan kedua,

Apa batasan aurat wanita di depan mahramnya?

Keterangan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Dalam masalah ini ada rincian dari para ulama. Dan para ulama berselisih pendapat. Ada yang mengatakan: Aurat wanita di hadapan mahramnya adalah antara pusar sampai lutut. Namun pendapat ini kurang tepat. Yang lebih mendekati kebenaran – Allahu a’lam – adalah bagian tubuh yang biasa ditampakkan. Seperti kepala, leher, anting, atau hasta, tangan, dua telapak tangan, kaki, betis bagian bawah, dan anggota badan yang umumnya terbuka di hadapan mahram dan di dalam rumah. Inilah pendapat yang lebih kuat. Karena yang lebih utama adalah menutupi selain anggota tubuh di atas, kecuali jika ada kebutuhan, seperti menyusui. Menampakkan buah dada ketika menyusui anaknya di depan mahramnya, seperti saudara, paman, atau yang lainnya, tidaklah kami anggap sebagai perbuatan dosa….

Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/18213

Titik perselisihan

Dijelaskan oleh Dr. Ajil Jasim an-Nasymi

Diharamkan melihat dada wanita mahram, mekipun lelaki itu adalah bapaknya atau saudaranya. Ini adalah pendapat madzhab Malikiyah dan Hambali. Batas aurat bagi mahram adalah selain yang umumnya kelihatan ketika seorang wanita di rumah, meliputi: hasta, rambut, ujung kaki, dan tidak boleh melihat payudara dan betisnya. Sementara Hanafiyah dan Syafi’iyah berpendapat bolehnya mahram melihat dada dan payudara. Hanya saja, mereka mensyaratkan bolehnya hal itu jika aman dari fitnah.

Titik perselisihan para ulama dalam memberikan batasan aurat yang dibolehkan untuk mahram disebabkan perbedaan dalam menafsirkan firman Allah

ولا يبدين زينتهن إلا لبعولتهن أو آبائهن أو آباء بعولتهن

“Janganlah para wanita menampakkan ziinah (tempat hiasan) mereka kecuali kepada suaminya, bapaknya, bapak suaminya (mertuanya), …” (QS. An-Nur: 31)

Mereka berselisih pendapat tentang batasan ziinah (tempat hiasan) di ayat di atas. Barangkali, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat Malikiyah dan Hambali, yaitu terlarangnya melihat bagian tubuh wanita, kecuali yang biasa terlihat di rumah. Ini dalam rangka menutup celah timbulnya fitnah dan syahwat, terutama selain bapak dan saudara.

Sumber: http://www.dr-nashmi.com/fatwa/index.php?module=fatwa&id=962

Dr. Ajil Jasim an-Nasymi merupakan salah satu ahli fiqh dari Kuwait, yang menempuh pendidikan doktoral dalam bidang ushul fiqh di Universitas al-Azhar, Mesir.

Tarjih

Pendapat yang lebih mendekati dalam masalah ini adalah tidak bolehnya seorang wanita menampakkan payudaranya di hadapan mahram. Karena potensi timbulnya syahwat antara satu mahram dengan yang lainnya tidaklah sama.

Al-Qurthubi menjelaskan firman Allah di surat an-Nur, ayat 31:

Ketika Allah menyebutkan suami, kemudian Allah menyebutkan beberapa mahram dan Allah menyamakan batasan untuk mereka semua dalam menampakkan ziinah (aurat wanita). Hanya saja, tingkatan mahram berdasarkan gejolak dalam jiwanya, berbeda-beda. Sebagaimana tidak diragukan bahwa menampakkan aurat wanita di depan bapak atau saudaranya jelas lebih aman dibandingkan menampakkan aurat di hadapan anak tirinya. Karena itu, dibedakan batas membuka aurat untuk masing-masing. Bisa jadi boleh ditampakkan di depan bapak, sementara tidak boleh ditampakkan di hadapan anak tiri. (al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Qurtubi, 12/232)

Setelah membawakan keterangan Qurthubi, Syaikh Muhammad Soleh Munajid menyatakan:

Berdasarkan hal ini, wajib bagi seorang wanita untuk menutupi payudaranya ketika hendak menyusui anaknya, pada saat ada salah satu mahramnya.

Sumber: http://www.islamqa.com/ar/ref/113287

Allahu a’lam


Sumber keseluruhan : http://muslimah.or.id/fikih/menyusui-di-depan-mahram.html

.